banner 728x250

Pemeriksaan Saksi TPPO PT KJS: Desakan untuk Membongkar Jaringan Perdagangan Orang

  • Bagikan
banner 468x60

SUARA PEMALANG — Pada hari Senin, 16 Juni 2025. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang mendampingi saksi korban dalam sidang lanjutan kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Pengadilan Negeri Pemalang dengan nomor register perkara 71/Pid.Sus/2025/PN Pml. Sidang ini memeriksa terdakwa Andri Wijanarko, Direktur PT. Klasik Jaya Samudra (PT. KJS), yang didakwa melakukan perekrutan tidak sesuai prosedur terhadap 57 calon Awak Kapal Perikanan (AKP) migran untuk dipekerjakan di kapal perikanan berbendera asing.

Terdakwa dijerat dengan tiga alternatif pasal, yaitu Pasal 4 jo Pasal 10, atau Pasal 19 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, atau Pasal 83 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan/atau denda miliaran rupiah.

Baca Juga :  Bupati Pemalang Tekankan Pentingnya Sinergitas dalam Penanggulangan Bencana

Revly Christian Abikarim, saksi korban, memberikan kesaksian tentang pengalaman buruknya. Ia direkrut oleh temannya yang bekerja di kapal berbendera China melalui PT. KJS pada Desember 2024. Selama lima bulan bekerja di kapal penangkap cumi di Perairan Korea, Revly hanya menerima gaji sekali sebesar 330 USD, yang setelah dipotong-potong menjadi sekitar 1,5 juta rupiah. Ia hanya mendapatkan waktu istirahat empat jam sehari dan dipaksa terus bekerja.

Setelah kembali ke Indonesia karena sakit, Revly ingin pulang ke daerah asalnya di Bitung, Manado. Namun, pihak perusahaan tidak mengembalikan dokumen pribadinya dengan alasan masih memiliki hutang yang harus dibayarkan. Korban diminta menunggu persetujuan pimpinan perusahaan tanpa kepastian di mess penampungan PT. KJS di Pemalang.

Baca Juga :  Pemalang Jadi Contoh Pengelolaan Sampah Berbasis Desa yang Efektif

Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno, menilai bahwa menjerat satu orang saja tidak cukup untuk membongkar kejahatan sistemik yang dilakukan korporasi. Ia mengungkapkan bahwa ada jaringan rekrutmen yang tidak tersentuh hukum, sementara korban mengalami penipuan, utang fiktif, penahanan dokumen, dan ancaman.

Sementara itu, LBH Semarang menilai bahwa aparat penegak hukum tidak maksimal dalam menemukan fakta sebenarnya untuk mengungkap jaringan perdagangan orang. Mereka juga menilai bahwa kasus serupa banyak terjadi di wilayah kantong perekrut AKP Migran di Jawa Tengah, dan indikasi TPPO yang dilakukan PT KJS adalah puncak gunung es yang sudah lama terjadi.

LBH Semarang dan SBMI mendesak pengadilan untuk menjamin transparansi proses dan aparat penegak hukum untuk memperluas penyelidikan serta menjamin tidak ada impunitas bagi pelaku perdagangan orang. Mereka juga menilai bahwa penanganan kasus ini belum menyentuh akar permasalahan karena jaringan manajemen perusahaan, pemodal, dan perekrut lapangan belum dijerat hukum. Proses hukum juga dinilai tidak menunjukkan keberpihakan terhadap korban yang belum mendapatkan restitusi ataupun jaminan perlindungan hukum yang memadai.

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *